MAKALAH
mpai
SEJARAH
PERADABAN ISLAM
Oleh
SAPRIADI 151.111. 048
JURUSAN PAI
PAKULTAS TARBIYAH
INSTITUTE AGAMA ISLAM NEGERI
MATARAM
2012
KATA PENGANTAR
Puji
syukur Kehadiirat Tuhan
yang maha kuasa atas segala limpahan rahmat,inayah,taupik dan hinayahnya
sehinga kami dapat menyelesaikan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah salah satu acuan,petunjuk maupun pedoman bagi para
pembaca dalam admistrasi pendidikan dalam proses keguruan.
Harapaan
kami semogha makalah ini membantu menambah pengetahuwan dan pengelaman bagi
para pembaca,makalah ini masih banyak kekurangan karena pengalaman kami yang
terbatas,oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan masukan yang bersipat membangun untuk kesempurnaan makalalah ini.akhir
kata,kami sampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampi akhir.semoga allah swt senantiasa
meridhoi segala usaha kita.amin.
Penyusun
Sapriadi
DAFTAR ISI
KATA
PENGATAR............................................................................................................. i
DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN.................................................................................................... iii
a.
Latar belakang........................................................................................................... iii
b.
Rumusan masalah...................................................................................................... iii
c.
Tujuan........................................................................................................................ iii
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 1
A.
PENGERTIAN
SPI.................................................................................................. 1
1. Pengertian serta perbedaan peradaban dengan kebudayaan ............................... 1
2. Wujud
kebudayaan ............................................................................................. 1
B.
RUANG LINGKUP SEJARAH PERADABAN ISLAM...................................... 2
C.
PRIODE SEJARAH PERADABAN ISLAM......................................................... 3
a. Klasik................................................................................................................... 3
b. Pertengahan
........................................................................................................ 6
c. Modern ............................................................................................................... 8
BAB IV
PENUTUP ............................................................................................................. 9
A.
Kesimpulan................................................................................................................ 9
B.
Saran ......................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar belakang masalah
Dalam sejarah kebudayaan ummat manusia proses
tukar-menukar dan interaksi (intermingling) atau pinjam meminjam konsep antara
satu kebudayaan dengan kebudayaan lain memang senantiasa terjadi, seperti yang
terjadi antara kebudayaan barat dan peradaban islam. Dalam proses ini selalu
terdapat sikap resistensi dan akseptansi. Namun dalam kondisi dimana suatu
kebudayaan itu lebih kuat dibanding yang lain yang tejadi adalah dominasi yang
kuat terhadap yang lemah. Istilah ibn khaldun, "masyarakat yang ditaklukkan,
cenderung meniru budaya penakluknya".
Ketika peradaban islam menjadi sangat kuat dan
dominan pada abad pertengahan, masyarakat eropa cenderung meniru atau
"berkiblat ke islam". Kini ketika giliran kebudayaan barat yang kuat
dan dominan maka proses peniruan itu juga terjadi. Terbukti sejak kebangkitan
barat dan lemahnya kekuasaan politik islam, para ilmuwan muslim belajar
berbagai disiplin ilmu termasuk islam ke barat dalam rangka meminjam. Hanya
saja karena peradaban islam dalam kondisi terhegemoni maka kemampuan menfilter
konsep-konsep dalam pemikiran dan kebudayaan barat juga lemah.
b. Rumusan masalah
1.
Apa yang dimaksud
sejarah peradaban islam...?
2.
Apa yang menjadi dasar
peradaban islam...?
3.
Apa apa saja Ruang
lingkup sejarahperadaban islam...?
c. Tujuan
1.
Mengetahwi apa yang di
maksud sejarah peradaban islam
2.
Mengetahwi dasar dasar
peradaban islam
3.
Mengetahwi ruang
lingkupnya
BAB
I
PEMBAHASAN
1. Sejarah sebagai Ilmu
Pengetahuan
Dalam
bahasa Inggris, sejarah disebut history yang artinya masa yang telah
lampau. Dalam hal ini masa lampau umat manusia.[1]
Oleh karena itu, sejarah tentu saja membahas kegiatan manusia di masa lampau.
Bahkan kata history ini berawal dari kata benda istor dalam
bahasa Yunani berarti orang pandai atau bijaksana. Hal ini karena dalam catatan
sejarah peristiwa dan kisah yang terjadi dapat diambil ibrahnya sehingga manusia
tidak melakukan kesalahan lagi dalam kehidupannya. Dalam bahasa Arab sejarah
ini dipadankan dengan istilah sajaratun, artinya pohon. Kalau kita
melihat Gambar silsilah raja-raja, secara pintas akan tampak seperti gambar
sebuah pohon. Oleh karena itu, sejarah dapat diartikan silsilah keturunan
raja-raja, yang berarti merupakan peristiwa pemerintahan dan keluarga raja yang
sudah lampau. Ada juga yang menyebutkannya dalam bahasa Arab yaitu Tarikh yaitu
suatu cabang ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan kronologi berbagai
peristiwa. Sejarawan Indonesia, seperti Sartono Kartodirjo membagi pengertian
sejarah sebagai subjektif dan objektif.[2]Sejarah
dalam arti Subjektif adalah suatu konstruk, yakni bangunan yang disusun penulis
sebagai suatu uraian atau cerita. Disebut subjektif tidak lain karena sejarah
memuat unsur-unsur dari isi subjek (pengarang, penulis). Karena pengetahuan
maupun gambaran sejarah adalah hasil penggambaran atau rekonstruksi dari
pengarang, mau tidak mau memuat sifat-sifat, gaya bahasa, struktur pemikiran,
pandangan, dan sebagainya. Sedangkan sejarah dalam arti objektif adalah
menunjuk kejadian atau peristiwa itu sendiri, yakni proses sejarah dalam
aktualitasnya.
Dalam
kaitan seperti ini, Ibn Khaldun; seorang pemikiran besar sosial – Islam,
mengingatkan kepada setiap sejarawan bahwa untuk melihat kembali sejarah secara
objektif, seorang sejarawan harus bisa mengenal dengan jelas berbagai struktur
kebudayaan dan sosial manusia yang akan ditelitinya, termasuk berbagai
pemahaman metodologi kearah ini. Tanpa mengenal dan mengerti dari dekat objek
yang akan dikaji berikut metodologinya, mustahil ia bisa menjelaskan fenomena
sejarah secara objektif.[3]
Begitupun, tanpa metodologi yang jelas, alur penjelasan secara rasional atau
dalam bahasa sekarang rekonstruksi, sistematika-kronologis dan analisisnya akan
sulit dimengerti dan diayakini bahwa suatu persitiwa telah terungkap seperti
apa adanya. Perlu diketahui bahwa sejarah bukan hanya membahas peristiwa serta
kejadian yang telah lampau saja, tetapi ada tiga aspek yang saling terkait,
yaitu masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang.
Peristiwa
masa lampau dijadikan pengalaman serta pelajaran untuk masa kini, sedangkan
peristiwa masa kini dijadikan titik tolak kegiatan di masa mendatang. Hal ini
berarti bahwa sejarah mengandung pelajaran tentang nilai dan moral. Sehingga
sejarah itu mempunyai gambaran tentang latar belakang masyarakat yang ingin
dibicarakan dan memiliki kesinambungan dan perubahan dalam setiap perubahan
sehingga dapat diantisipasi terhadap apa yang terjadi sehingga sejarah secara
ilmu akan dapat berkembang. Hal inilah yang menganggap bahwa sejarah adalah
suatu ilmu tentang manusia, ilmu tentang waktu (ada perubahan, pengulangan,
perkembangan dan kesinambungan), sesuatu yang memiliki makna sosial, ilmu
tentang sesuatu yang tertentu yaitu satu-satunya yang terinci dapat
direkonstruksikan dimasa akan datang.
Ada
juga orang mengatakan bahwa sejarah itu merupakan rentetan peristiwa sebab
akibat. Inipun ada benarnya, karena peristiwa yang sedang terjadi biasanya
diakibatkan oleh sebuah peristiwa yang sedang terjadi biasanya diakibatkan oleh
sebuah peristiwa yang mendahului atau peristiwa yang melatarbelakangi.
Apabila
disimpulkan sejarah berarti catatan-catatan peristiwa masa lampau yang
benar-benar terjadi dan disusun berdasarkan bukti-bukti yang meyakinkan melalui
proses penelitian serta pengujian ilmiah.
Apabila
kita selidiki lebih dalam, sejarah itu ada setelah manusia ada di muka ini.
Dengan demikian, sejarah mempunyai sifat yang spesifik dibanding ilmu lainnya,
antara lain :
1. Masa lalu yang
dilukiskan secara urutan waktu atau kronologis
2. Ada hubungan sebab
akibat atau kausalitas
3. Peristiwa sejarah
menyangkut masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang (tiga dimensi)
4. Kebenarannya
bersifat sementara (merupakan hipotesis) yang akan gugur apabila ditemukan data
pembuktian baru.
Sejarah
sebagai peristiwa pada hakikatnya sudah tidak ada lagi. Oleh karena itu, tidak
mungkin lagi dapat mengamati atau menyaksikan peristiwa tersebut. Yang bisa
kita amati adalah sejarah sebagai kisah, yaitu penelitian sejarah sebagai
peristiwa.
Sejarah
sebagai kisah adalah hasil karya atau hasil ciptaan orang yang menulisnya atau
sejarawan penulis. Sejarah sebagai kisah seharusnya cocok dengan sejarah
sebagai peristiwa masa lalu yang digambarkannya. Sejarawan penulis dapat
mengetahui bahwa peristiwa masa lampau terjadi seperti yang dikisahkan, sebab
dalam menyusun kisah masa lampau ia menggunakan dasar jejak-jejak peristiwa
masa lampau.
Proses
penyusunan sejarah sebagai kisah, para sejarawan menggunakan dasar jejak-jejak
yang ditinggalkan oleh sejarah sebagai peristiwa. Dengan perkataan lain,
sejarah sebagai peristiwa menjadi sumber sejarah sebagai kisah. Pengetahuan
tentang masa lampau tidak begitu saja kita peroleh dengan mudah. Untuk
memperolehnya, kita harus melakukan penelitian yang kadang-kadang sulit
sehingga memakan waktu dan pemikiran yang tidak sedikit.
Sejarah dikatakan
sebagai ilmu apabila sejarah memiliki syarat-syarat dari suatu ilmu. Adapun
syarat-syarat ilmu adalah sebagai berikut:
1. Ada masalah yang
menjadi objek
2. Ada metode
3. Tersusun secara
sistematis
4. Menggunakan
pemikiran yang rasional
5. Kebenarannya
bersifat objektif
Syarat-syarat
di atas dapat diketahui dalam sejarah. Hal itu dapat terlihat sebagai berikut:
1. Masalah yang menjadi
objek kajian sejarah ialah kejadian-kejadian di masa lalu yang menimbulkan
perubahan dalam kehidupan manusia, kejadian-kejadian itu merupakan hubungan
sebab akibat
2. Metode sejarah
adalah cara menangani bukti-bukti sejarah dan menghubungkannya serta
memastikannya dengan bukti tentang asal usul. Kemudian menarik tafsiran dengan
bukti peristiwa masa lampau sehingga terlihat probabilitasnya.
3. Kisah sejarah
disusun dengan sistematis, berdasarkan tahun kejadian dan peristiwa yang
mengawalinya, dimulai dari judul, bab, subbab, serta keterangan selanjutnya
4. Kebenaran fakta
sejarah diperoleh dari penelitian sumber sejarah yang dikumpulkan dengan
menggunakan rasio. Contoh penelitian sumber sejarah seperti fosil, candi dan
peninggalan lain yang diteliti secara rasional.
5. Kebenaran fakta
sejarah adalah objektif, karena dalam menyusun kisah sejarah harus berdasarkan
fakta yang ada.
Secara
konseptual, sejarah pada dasarnya berkenaan dengan tiga aspek konseptual yang
mendasarinya, yaitu konsep tentang perubahan, konsep waktu dan kontinuitas.
1. Konsep Perubahan
Sejarah
dalam hal ini adalah perubahan dari suatu keadaan kepada keadaan lain. Meski
demikian, hanya perubahan yang benar-benar memiliki makna penting bagi
kehidupan manusia yang dapat dikategorikan sebagai peristiwa perubahan yang
bernilai sejarah. Termasuk dalam kategori ini diantaranya perubahan rejim
kolonial ke nasional, dari masa khulafaurrasyidin ke dinasti umaiyyah atau dari
sistem musyawarah ke sistem monarkhi.
2. Konsep Waktu
Peristiwa
sejarah bukan sesuatu yang datang tiba-tiba, bukan pula terjadi begitu saja
tanpa sebab apapun. Setiap peristiwa yang terjadi di suatu waktu tertentu pasti
ada kaitannya dengan waktu sebelum dan sesudahnya. Bila dirunut melalui
penelaahan sejarah, sangat mungkin ditemukan keterkaitannya suatu peristiwa
dengan situasi atau peristiwa yang terjadi sebelum dan sesudahnya.
Terjadinya
suatu peristiwa senantiasa dikarenakan oleh suatu sebab yang ada dalam alur
waktu. Konteks hubungan sebab-akibat peristiwa yang menjadi akibat dengan
peristiwa lain menjadi sebab adanya dalam dimensi waktu.
3. Konsep Kontinuitas
Kehidupan
manusia berada dalam rangkaian perubahan demi perubahan yang berkesinambungan.
Perubahan demi perubahan tersebut tidak akan berhenti pada suatu titik
peristiwa. Dalam konteks kekinian (postmodern) bahkan diyakini bahwa perubahan
telah menjadi sesuatu yang pasti sebagaimana ungkapan ahli masa depan
(futurolog), “Saat ini yang pasti adalah ketidak pastian dan yang tetap adalah
perubahan (the certain now is uncertain and the constant now is changing) Sebagian
perubahan yang terjadi tentunya ada yang bermakna sangat dalam bagi manusia,
tetapi sebagian lagi sangat boleh jadi tidak demikian. Kebermaknaan tersebut
ditentukan oleh berbagai faktor, seperti tingkat kedekatan, hubungan,
kepentingan atau dampak suatu perubahan terhadap manusia tertentu.
Perubahan-perubahan tertentu yang menjadi momentum sejarah tertentu bahkan
sangat mungkin mengubah kehidupan banyak orang.
Dari
paparan dimuka dapat dinyatakan bahwa bagian terpenting dari sejarah adalah
adanya peristiwa yang terjadi di masa lalu. Hanya saja, tidak semua peristiwa
dimasa lalu dapat dikategorikan sebagai peristiwa sejarah. Hal ini dikarenakan
peristiwa yang dapat dikategorikan sebagai peristiwa sejarah harus memenuhi
beberapa kriteria, yakni
a) peristiwa unik, tidak biasa atau terjadi
secara fenomenal atau bahkan monumental,
b) peristiwa perubahan,
c) proses yang bersifat kausalistik, bukan
kebetulan,
d) memiliki arti penting dalam kehidupan, dan
e) subyektif dalam hal penulisan atau
penafsiran fakta objektif.
2. Konsep Kebudayaan
dan Peradaban dalam Islam
Peradaban
Islam adalah terjemahan dari kata Arab al-hadarah al-islamiyah. Kata
Arab ini juga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan kebudayaan Islam.
Kebudayaan dalam bahasa Arab adalah al-tsaqafah. Di Indonesia,
sebagaimana juga di Arab dan Barat, masih banyak orang yang mensinonimkan dua
kata kebudayaan (Arab, al-tsaqafah, Inggris, culture) dan
Peradaban (Arab: al-hadharah; Inggris: civilization)
Dalam
perkembangan ilmu Antropologi sekarang, kedua istilah itu dibedakan. Kebudayaan
adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat. Sedangkan
dilebih berkaitan dengan peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak direfleksikan
dalam seni, sastra, religi (agama) dan moral, maka peradaban terefleksi dalam
politik, ekonomi, dan tekhnologi.[4]
Menurut
koentjaraningrat,[5]kebudayaan
paling tidak mempunyai tiga wujud:
1.
Wujud ideal, yaitu; wujud kebudayaan
sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan,
dan sebagainya.
2.
Wujud kelakuan, yaitu wujud kebudayaan
sebagai kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.
3.
Wujud benda, yaitu wujud kebudayaan
sebagai benda-benda hasil karya.
Sedangkan
istilah peradaban biasanya dipakai untuk bagian-bagian dan unsur-unsur dari
kebudayaan yang halus dan indah. Menurutnya peradaban sering juga dipakai untuk
menyebut suatu kebudayaan yang memiliki sistem tekhnologi, seni bangunan, seni
rupa, sistem kenegaraan dan ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks.[6]
Jadi kebudayaan, menurut definisi pertama, adalah wujud ideal dalam defenisi
koentjaraningrat, sementara menurut definisi terakhir, kebudayaan mencakup juga
peradaban, tetapi tidak sebaliknya.
Menurut H.A.R. Gibb di
dalam bukunya Whither Islam sebagaimana yang dikutip oleh M. Natsir[7]
menyatakan “islam is indeed much more than a system of theology, it is a complete
civilization” (Islam sesungguhnya lebih dari sekedar sebuah agama, ia
adalah suatu peradaban yang sempurna). Karena yang menjadi pokok kekuatan dan
sebab timbulnya kebudayaan adalah agama Islam, kebudayaan yang ditimbulkannya
dinamakan kebudayaan atau peradaban Islam.
Landasan
peradaban Islam adalah kebudayaan Islam terutama wujud idealnya, sementara
landasan kebudayaan Islam adalah agama. Jadi dalam Islam, tidak seperti pada
masyarakat yang menganut agama bumi (non-samawi), agama bukanlah kebudayaan
tetapi dapat melahirkan kebudayaan, kalau kebudayaan merupakan hasil cipta,
rasa, dan karsa manusia, maka agama Islam adalah wahyu dari Tuhan yang
termanifestasikan pada kebudayaan Islam. Dasar –dasar kebudayaan inilah yang
membentuk peradaban Islam.
Jika
dilihat dari pengertian peradaban dari bahasa Inggris; Civilization yang
artinya, kemudian dalam bahasa Jerman Weltanschauung yang artinya pencerahan.
Hal ini bermakna peradaban adalah konotasi positif pada diri manusia yang
berkembang secara sadar menjadi manusia yang ideal. Konsep peradaban yang
dibangun dalam Islam menurut Ziauddin Sadar[8]
Bahwa eksistensi manusia dalam pencapaian peradaban dilihat dari cara
menggunakan eksistensinya menjadi prestasi way of life artinya dalam
pencapaian peradaban adanya perimbangan antara materi, akal, dan aspek
spiritual yang dicari manusia sehingga peradaban manusia menjadi konsep yang
lahir dari ilahi. Dengan demikian peradaban itu berarti suatu kondisi
masyarakat yang terdiri dari kesatuan budaya dalam sejarahnya dan merupakan
hal-hal yang tertinggi dari kebudayaan yang merupakan artificial, tidak
metafisis, tidak berjiwa melainkan dikuasai oleh intelektualitas manusia yang
hidup pada masa tersebut dan dalam islam parameternya peradaban itu tidak lain
adalah wahyu ilahi. Maka jika dikatakan Sejarah Peradaban Islam berarti
pemaparan keotentikan peristiwa masa lampau dilihat dari kemajuan
intelektualnya dalam sejarah islam yang dilakukan dengan pengujian keilmiahan.
3. Dasar-dasar
peradaban Islam
Secara
umum Ahmad Syalabi[9]
Menjelaskan bahwa formasi peradaban
Islam mewujud ke dalam tiga model berikut ini, pertama: peradaban Negara dan
Sejarah (hadharah al-duwal wa al-tarikh), yaitu pola dan bentuk
peradaban yang mengembangkan bangunan suatu kenegaraan dan pemerintahan. Dalam
banyak hal, telah banyak bermunculan pemerintahan dan Negara-negara Islam yang
terus berupaya untuk meningkatkan dan mengayomi masyarakatnya dalam kemajuan di
berbagai aspek kehidupan. Dalam hal ini kewajiban Negara tidak hanya mengayomi
satu kabilah saja, tapi mencoba menjadi wadah keumatan. Fenomena ini merupakan
perubahan sosial budaya dan politik yang sangat fundamental. Kedua peradaban tajribiyah
wa muqtasabah, yaitu peradaban luar yang diadopsi oleh islam, karena dalam
banyak hal telah diketahui dan dicapai bermacam ragam manusia pada beberapa
ratus atau bahkan beberapa ribu tahun sebelum islam lahir, seperti kemajuan
dalam bidang filsafat, sastra, kedokteran, ilmu pasti, astronomi dan lainnya.
Ketiga,
peradaban Islam yang asli (al-hadharah al-islamiyah al-ashylah), yaitu
peradaban yang bersumber dan dibawa oleh kewahyuan islam sendiri dalam
mengembangkan dan memberdayakan masyarakat manusia di mana sebelumnya tidak
pernah ada. Seperti halnya pandangan Islam yang memberikan nilai penghargaan dalam
mengangkat harkat dan martabat jiwa kemanusiaan pada posisi yang sangat tinggi.
Peradaban seperti ini, sifatnya orisinil dalam menciptakan hal-hal yang baru
(al-khulkh, al-ibda atau al-ibtikar). Manfaat peradaban yang asli ini dapat
dinikmati, baik oleh umat Islam ataupun umat lainnya. Peradaban Islam yang asli
ini, menurut Ahmad Syalaby meliputi beberapa aspek penting, di antaranya
keimanan (akidah dan akhlak), politik (siyasah), ekonomi (iqtisad),
kehidupan sosial (al-hayah al-ijtimaiyah) dan hubungan antar bangsa.
4. Periodisasi Sejarah
Peradaban Islam
Peradaban
Islam adalah landasan historis yang mengkaji tentang keseluruhan kebudayaan
dalam suatu periodisasi sejarah. Periodisasi sejarah sangat berhubungan dengan
konteks ruang dan waktu yang sangat berpengaruh pada hasil karya, ide dan
gagasan di masa yang lalu. Oleh karena itu dikalangan sejarawan terdapat
perbedaan tentang saat dimulainya sejarah islam. Secara umum, perbedaan
pendapat tersebut dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, sebagian sejarawan
berpendapat bahwa sejarah islam dimulai sejak Nabi saw. Diangkat menjadi rasul.
Menurut pendapat ini, selama 13 tahun Nabi Muhammad saw tinggal di Mekkah telah
lahir masyarakat muslim meskipun belum berdaulat. Kedua, sebagian sejarawan
berpendapat bahwa sejarah umat islam dimulai sejak nabi Muhammad saw hijrah ke
Madinah karena masyarakat muslim baru berdaulat ketika nabi Muhammad saw
tinggal di Madinah. Karena Muhammad saw yang tinggal di Madinah, tidak hanya
sebagai rasul, tetapi juga merangkap sebagai pemimpin atau kepala Negara
berdasarkan konstitusi yang disebut Piagam Madinah. Disamping banyaknya
perbedaan mengenai sejarah umat Islam ini maka para sejarawan juga berbeda
dalam menentukan fase dalam periodisasi Islam ini salah satu contoh.
Menurut
Prof. Dr. Harun Nasution[10] Periodisasi
sejarah Islam terbagi pada 3 periode :
1.
Periode klasik (650 – 1250 M)
Pada
periode ini, disebut juga sebagai masa keemasan di dalam sejarah islam. Sebagai
masa keemasan, masa ini sering dijadikan tolak ukur dan rujukan keteladanan.
Masa Nabi saw yang hanya berlangsung kurang lebih 23 tahun. Pada periode
klasik, arab sangat menonjol karena memang Islam hadir di sana. Pada masa
klasik telah terwujud kesatuan budaya islam di bawah naungan Islam dengan
bahasa arab. Pada masa ini Islam meliputi dua masa kemajuan yaitu: masa
Rasululah saw, khulafaurrasyidin, bani umaiyah dan masa-masa permulaan daulah
Abbasiyah. Masa itu merupakan masa perluasan wilayah yang dimulai oleh
khulafaurrasyidin dilanjutkan Bani Umaiyah dan mencapai keemasan pada masa bani
Abbasiyah yang membuat islam menjadi Negara besar. Di masa ini peradaban Islam
tumbuh menjadi peradaban baru. Dari sisi perkembangan ilmu telah berkembang
kajian-kajian teologi pada masa kini. Pada awal islam pengaruh helenisme dan
juga filsafat Yunani terhadap tradisi keilmuan, Islam sudah sangat kental,
sehingga pada saat selanjutnya pengaruh itupun terus mewarnai perkembangan ilmu
pada masa-masa berikutnya.
2. Periode Pertengahan
(1250 – 1800 M)
Pada
periode pertengahan muncul tiga kerajaan besar Islam yang mewakili tiga kawasan
budaya, yaitu kerajaan usmani di Turki, kerajaan Safawi di Persia, dan kerajaan
mughal di India. Kerajaan-kerajaan islam yang lain, meski juga ada yang cukup
besar, tetapi jauh lebih lemah dibandingkan dengan tiga kerajaan ini, bahkan
berada dalam pengaruh salah satu diantaranya. Kerajaan Mughal adalah kerajaan
yang berdiri seperempat abad setelah berdirinya Kerajaan Safawi, jadi diantar
ketiga kerajaan besar tersebut kerajaan mughal inilah yang termuda, walaupun
kerajaan ini bukanlah kerajaan Islam yang pertama di anak benua India,Pada
periode pertengahan, pembahasan yang paling banyak mendapat tempat adalah
percaturan politik di pusat Islam dan peradaban yang dibina oleh
dinasti-dinasti yang kebetulan berhasil memegang hegemoni politik, serta tiga
kerajaan besar Islam (Usmani, Safawi, dan Mughal) dan peradaban yang dibinanya.
Pada periode ini terjadi dua masa kemunduran dan masa Tiga Kerajaan Besar.
Turki Utsmani, daulah Shafawiyah, dan Daulah Mongoliyah di India. Fase tiga
kerajaan besar mengalami kemajuan pada tahun 1500 – 1700 M, dan mengalami
kemunduran kembali pada 1700 – 1800 M
3. Periode Modern (1800
– sampai sekarang)
Pada
masa ini telah terbentuk sistem masyarakat muslim yang bersifat global.
Masing-masing dibangun berdasarkan interaksi antara institusi Negara Islam,
keagamaan
dan institusi Komunal Timur Tengah dengan institusi sosial dan cultural
setempat, dan setiap interaksi melahirkan tipe kemasyarakatn Islam yang
berbeda-beda. Meskipun setiap masyarakat bersifat khas (unique), namun diantara
mereka terdapat kemiripan bentuk dan antar mereka dipertalikan oleh beberapa
hubungan politik dan keagamaan dan oleh persamaan nilasi-nilai cultural. Dengan
demikian mereka membentuk Islam yang bersifat global (mendunia).
Hal ini tentu berbeda
dengan buku Badri Yatim dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam yang membagi sbb:
1. Masa Kemajuan Islam
(650 -1000M)
2. Masa disintegrasi
(1000 – 1250 M)
3. Islam di Spanyol dan
pengaruhnya terhadap Renaisans di eropa
4. Masa Kemunduran
5. Masa tiga kerajaan
Besar (1500-1800M)
6. Kemunduran tiga
kerajaan besar (1700 – 1800 M)
7. Penjajahan Barat
atas dunia Islam dan perjuangan kemerdekaan Negara-negara Islam
8. Kedatangan Islam di
Indonesia dan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia
Melihat
gambaran di atas masih banyak lagi fase-fase lain yang di tulis kalangan
sejarawan namun periode-periode ini sudah dapat memberi batasan terhadap
pemahaman kita pada sejarah islam. Pada pembahasan kali ini hanya akan dibatasi
pada masa klasik yaitu mulai dari zaman Kota Mekkah sebelum menjadi Islam
sekitar abad ke 6 M sampai abad ke-12 M dan zaman pertengahan di awal abad ke
13 – 15 M serta pada zaman modern pada abad ke 15 – 18 M atau sampai zaman
sekarangan ini karena pembahasan SPI diikat oleh ruang dan waktu maka kajiannya
dapat fleksibel untuk melihat proses peristiwa di era dulu dengan memandang di
era sekarang.
BAB
III
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Sejarah
peradaban islam diartikan sebagai perekembangan atau kemajuan kebudayaan islam
dalam perspektif sejarahnya
Peradaban Islam adalah terjemahan dari kata Arab Al-Hadharah Al-Islamiyyah. Kata dalam bahasa Arab ini sering
kita terjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan kebudayaan Islam.Di Indonesia
seringkali disinonimkan dua kata antara “ kebudayaan dan peradaban “. Namun
dalam perkembangan ilmu Antropologi sekarang, kedua istilah tersebut telah
dibedakan.
Kebudayaan adalah bentuk ungkapan
tentang semangat mendalam suatu masyarakat. Sedangkan peradaban lebih berkaitan
Manifestasi-manifestasi kemajuan mekanis dan teknologis. Kebudayaan lebih
direflesasikan dalam seni, sastra, religi, dan moral. Sedangkan peradaban
terefleksi dalam politik, ekonomi dan teknologi
Priode sejarah peradaban islam
-
Priode klasik
-
Priode petengahan
-
Pride modern
b. Saran
Belajar dari masa lalu merupakan
sesuatu yang perlu kita lakukan. Dari uraian di atas kita dapat mengambil
pelajaran bahwa kita harus berusaha dengan maksimal agar bisa membuat
perubahan. Di samping itu kita sebagai umat Islam juga harus bisa menjaga
persatuan dan kesatuan agar musuh-musuh Islam tidak bisa menghancurkan kita.
[1]
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Notosusanto. Jakarta :
UI Press, 1986, hlm.27
[2]
Sartono
Kartodirjo, Pendekatan Ilmu sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1993, hlm. 14 -15
[3]
Ibn
Khaldun, Muqaddimah, Terj Ahmadi Thoha, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996,
hlm. 3-13
[4]
Effat Ash-Sharqawi, Filsafat Kebudayaan Islam. Bandung: Penerbit
Pustaka, 1986, hlm.5
[5]Koentjaraningrat,
Kebudayaan: Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia, 1985,hlm.5
[6]
Ibid, hlm. 10
[7]
M.
Natsir, Capita Selecta, Bandung: N.V Penerbitan W. Van Hoeve, t.thn,
hlm. 4
[8]
Ziauddin
Sadar, Masa Depan Peradaban Muslim, terj.H.M. Mochtar Zoerni, cet. 1,
Surabaya: Bina Ilmu, 1985
[9]
Ahmad
Syalaby, Mauzu’ah al-Tarikh al-Islamy I, Makkah : Nahdhah al-Mishriyah,
1974, hlm. 23-25
[10]
Harun
Nasution, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan,
Jakarta: Bulan Bintang, 1975, hlm. 11-13